Search

Home / Sorot / Hukum

Pungut SPI di Prodi Tak Tercantum SK Rektor

Editor   |    27 Oktober 2023    |   17:25:00 WITA

Pungut SPI di Prodi Tak Tercantum SK Rektor
Prof Wiksuna dihadirkan sebagai saksi pada sidang SPI Unud di PN Tipikor Denpasar, Jumat (27/10/2023) di Dnepasar. (foto/adi)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan Prof I Gusti Bagus Wiksuna sebagai saksi pada perkara dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana memberikan keterangan berbeda dari sebelumnya.

Awalnya Wiksuna menyatakan bahwa dana SPI penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unud tak masalah. Namun, akhirnya ia mengaku bahwa pungutan SPI tersebut ada yang melanggar aturaan.

Hal tersebut terungkap dalam sidang dengan terdakwa Ketua Unit Sumber Daya Informasi (USDI) Dr Nyoman Putra Sastra. Awalnya, Wiksuna menjelaskan bahwa SPI masih sangat dibutuhkan untuk memenuhi fasilitas sarana dan prasarana di Unud.

"Sangat masih dibutuhkan," akunya dalam sidang di Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Jumat (27/10/2023), untuk menjawab pertanyaan majelis hakim Putu Ayu Sudariasih, Gede Putra Astawa, dan Nelson.

Ia juga menjelaskan bahwa terdakwa Putra Sastra tidak memiliki akses ke rekening tempat penyimpanan dana SPI Unud. Pun untuk menentukan kelulusan mahasiswa. Sebab, semuanya adalah wewenang dari Rektor dan Wakil Rektor (WR) 1. Di mana, kelulusan mahasiswa baru merujuk pada Surat Keputusan (SK) Rektor.

Wiksuna juga merinci soal dana SPI yang ada di sejumlah rekening. Ungkap dia, setiap bulan penerimaan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) harus disahkan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara atau  KPPN yang menjadi perwakilan Kementerian Keuangan di Bali. Sehingga setiap bulan dilakukan direkonsiliasi setiap rekening penerimaan oleh bendahara penerimaan yang kemudian disahkan ke KPPN.

Dokumennya adalah surat  pengesahan penerimaan dan belanja harus disahkan oleh KPPN sebagai bendahara umum negara. "Sepanjang sepengetahuan saya maksimal satu bulan," sebutnya.

Bukan hanya itu, dia juga menjelaskan bahwa Unud selalu melakukan audit keuangan setiap tahunnya. Itu dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan, Satuan Pengawas Internal Unud, BPK, Inspektorat Jenderal, termasuk akuntan publik.

"KPK terakhir (menyatakan) tidak ada sama sekali penyalahgunaan dana di Universitas Udayana," klaim dia.

Hanya saja, ketika disinggung soal isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Mei 2018 sampai dengan Juni 2022 secara tanpa hak telah memungut biaya atau sumbangan pengembangan institusi (SPI) terhadap calon mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 sampai dengan tahun 2022/2023.

Padahal sumbangan pengembangan institusi tersebut, tidak termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 51/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Seharusnya menjadi dasar pungutan tarif layanan sebagaimana amanat Pasal 9 Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Di mana ada 401 orang calon mahasiswa baru yang memilih program studi yang berdasarkan surat keputusan rektor Universitas Udayana tidak dikenakan sumbangan pengembangan institusi.

Rincian Keputusan Rektor Universitas Udayana yakni terdapat enam program studi strata satu (S1) pada Fakultas Ilmu Budaya yakni program studi Sastra Indonesia, Sastra Bali, Sastra Jawa Kuno, Arkeologi, Sejarah dan Antropologi serta 3 program studi program diploma (D3) yang juga dimasukkan dalam fitur SPI pada laman pendaftaran https://e-registrasi.unud.ac.id, dengan jumlah mahasiswa baru sebanyak 71 orang dengan nilai pungutan seluruhnya sejumlah Rp 357.450.100. Saksi menilai hal itu tentu melanggar karena memungut SPI pada program studi yang tidak dikenakan SPI. (adi/sut)


Baca juga: Harta Tak Wajar Pejabat Melukai Rasa Keadilan