Search

Home / Sorot / Hukum

Kejati Tuding Ada Penggiringan Opini Kasus SPI Unud

Editor   |    03 November 2023    |   14:16:00 WITA

Kejati Tuding Ada Penggiringan Opini Kasus SPI Unud
Kasipenkum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana. (foto/adi)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menuding ada opini sengaja dihembuskan melalui media sosial (Medsos) seolah terjadi rekayasa terhadap kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udanya (Unud).  

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana mengaku telah mencermati perkembangan situasi opini yang berkembang di luar persidangan.

‘Di mana saat ini telah dibuat opini di media sosial sehingga menjadi bias yang sengaja dilakukan untuk menggiring opini publik di dalam penanganan perkara tersebut (SPI Unud),” kata Eka Sabana melalui keteangan tertulis, Jumat (3/11/2023) di Denpasar.

Ia lalu menjelaskan bahwa penanganan kasus SPI Unud bukan menyidangkan soal perbuatan penerimaan mahasiswa baru dengan cara ‘titipan’. Namun soal penyalahgunaan kewenangan jabatan untuk melakukan pungutan liar.

“Hal titip menitip dalam kasus ini berkaitan erat dengan penyalahgunaan kewenangan dengan sengaja membuat pungutan tanpa dasar hukum. Sehingga dapat dikatakan sebagai pungutan liar dan pungutan ini dipungut oleh pejabat negara/ASN/pejabat pemerintah/seseorang yang digaji oleh negara (Unud, red) sehingga kualifikasi perbuatan-perbuatan tersebut masuk dalam ranah perbuatan korupsi,” jelasnya.

Ia juga kemudian menerangkan soal opini yang menyebutkan bahwa justru tindakan pungutan dilakukan Unud itu telah menguntungkan negara. Karena Penandapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Unud menjadi membengkak.

“Kita pahami bersama PNBP seharusnya didapat dari perolehan kegiatan yang sah atau legal, dan penggunaan dana PNBP tersebut secara spesifik seharusnya dipergunakan untuk infrastruktur dan harus direncanakan sebelumnya. Dengan kata lain negara tidak boleh memungut pendapatan secara tidak sah. Sedangkan dalam kasus ini, pungutan SPI UNUD dibuat secara tidak sah,” tegasnya.

Ia juga kembali menegaskan bahwa pungutan SPI Unud telah diterangkan secara jelas dan gamblang dalam surat dakwaan Penuntut Umum yang saat ini diperiksa dipersidangan. Pada surat dakwaan itu terdapat fakta dinikmatinya perolehan yang tidak sah untuk kepentingan pribadi didalam kasus SPI Unud tersebut.

“Seperti kita ketahui pada persidangan, keterangan saksi Prof Dr Wiksuana sebagai Wakil Rektor II menerangkan pemungutan SPI diakui ada kekeliruan yaitu aturan yang dipakai sebagai dasar pelaksanaan SPI hanya SK Rektor UNUD, tidak termuat dalam PMK,” terangnya.

“Di sisi lain saksi Prof Dr Wiksuana mengakui bahwa SPI dijadikan sebagai bagian dari tarif layanan Unud. Jika berbicara tarif layanan maka hal itu harus diatur dalam PP dan PMK, tapi nyatanya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2005 yang diubah dalam PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan BLU dan PMK Nomor 51 dan 95 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas,” sambungnya.

“Udayana tidak menyebutkan SPI sebagai salah satu tarif layanan. Saksi juga menerangkan pada tahun akademik 2018/2019 dan 2019/2020 SPI itu dipergunakan sebagai salah satu syarat kelulusan calon mahasiswa baru sebagaimana dituangkan dalam pedoman operasional baku penerimaan mahasiswa jalur mandiri dengan bobot 40 persen dari 100 persen nilai kelulusan,” imbuhnya.

Untuk itu, ia meminta semua pihak agar menghormati proses peradilan.

“Opini-opini tersebut disampaikan di luar persidangan terlebih di media social sangatlah tidak tepat. Marilah kita sama-sama menghormati proses hukum di persidangan dengan tidak membuat opini yang dapat membuat bias fakta yang terungkap di persidangan,” tutupnya. (adi/sut)


Baca juga: Harta Tak Wajar Pejabat Melukai Rasa Keadilan