Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Awalnya Dipaksa, Tapi Jadi Suka

Editor   |    24 April 2024    |   18:32:00 WITA

Awalnya Dipaksa, Tapi Jadi Suka
Ida Ayu Ketut Widia Utami. (foto/suteja)

BARANGKALI tak cukup banyak perempuan perkotaan turut aktif melestarikan seni dan budaya Bali.

Salah satunya adalah Ida Ayu Ketut Widia Utami asal Buleleng yang mimilih terus aktif melestarikan seni dan budaya dengan mengajar menari kepada remaja melalui naungan Sanggar Seni Santhi Budaya Singaraja.

Widia Utami memang memiliki darah seni dari orang tuanya, ia menuturkan awal dirinya mengenal seni tari adalah bersumber dari Ibunya yang juga seorang penari asli Buleleng.

“Saya dari kecil memang sering melihat ibu menari, dan saya juga diarahkan untuk belajar menari. Dipaksa sih, tapi lama-lama saya jadi suka dan menjadi hobi sejak usia 5 tahun,” ujarnya, Selasa (23/4/2024) di Singaraja.

Namun semenjak duduk di bangku SMP  sampai dengan SMA, Widia Utami mengaku sudah sangat jarang menari karena lebih disibukan dengan kegiatan belajar sekolah dan ektrakurikuler yang tidak condong ke bidang kesenian. 

Berbeda kondisinya saat ia ini mulai mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, kala itu Widia Utami baru tersadar bahwasannya menari dan melakukan kegiatan kesenian lainnya adalah penting.

 Selain untuk melestarikan seni dan budaya, juga untuk mempertahankan jati diri sebagai perempuan asli Buleleng yang kaya akan seni, budaya dan tradisi yang khas.

Semenjak serius menekuni kesenian hingga akhirnya tergabung dalam Sanggar Seni Santhi Budaya Singaraja, Wdia Utami laris memeriahkan gelaran berbagai event di hotel, restoran hingga dalam berbagai event yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng.

Selama perjalanan karirnya, Widia Utami banyak mengikuti berbagai event bergengsi, seperti mengikuti Pesta Kesenian Bali (PKB) sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang, menjadi finalis Jegeg Bagus Buleleng tahun 2006, Duta Buleleng di ajang Pagelaran Nusantara Jakarta tahun 2007-2008, pembina dan penatar tari di Sanggar Seni Santhi Budaya Singaraja sampai sekarang.

Tidak hanya itu, ia juga pernah terjun sebagai Duta Negara dalam beberapa ajang bergengsi tingkat internasional.  Di antaranya Jeju Festival di Korea Selatan, Baoshan Festival Cina Shanghai, Pesta Gedang Nusantara Malaysia, WTM London Inggris, Folkart Thailand dan Folkart Manila Filiphines.

Pengalaman luar biasa Widia Utami tidak menjadikan dirinya sombong atau pun berpuas diri, ia tetap bersahaja bergaul dengan semua orang bahkan mengajak banyak generasi muda untuk turut serta melestarikan seni dan budaya khas Buleleng.

Hal ini terbukti dari rutinitas keseharian Widia Utami melatih tari di sanggarnya dan pementasan rutin setiap Minggu malam di Puri Kanginan. Pihaknya mengaku anak didiknya di sanggar sebagian besar masih mengenyam pendidikan, sehingga jadwal latihan disesuaikan agar tidak mengganggu proses pembelajaran di sekolah. 

“Kami atur waktu latihan sebaik mungkin agar tidak mengganggu jam sekolah mereka (anak didik, red), jadi mulai jam 4 sore sudah latihan di sanggar sampai malam hari, kadang jam 10 – 11 malam masih ada aktivitas di sanggar. Kecuali ada event tertentu, kami koordinasikan ke sekolah agar mereka mendapat ijin,” terang Widia Utami.

Ditambahkan, pihaknya berkeinginan mengikuti jejak Raden Ajeng Kartini yang berjuang keras mempertahankan emansipasi perempuan Indonesia.

Kini di tengah gempuran digitalisasi terlebih media sosial, pihaknya mengajak seluruh generasi muda khususnya perempuan untuk memperkuat jati diri melalui aktivitas seni, budaya dan tradisi.

Widia Utami berkomitmen untuk senantiasa menanamkan nilai-nilai kesenian dan budaya warisan nenek moyang kepada anak didiknya, sehingga ke depan menjadi tonggak penerus dan pelestari seni budaya Buleleng. (suteja)


Baca juga: Kisah Mistis Pelinggih Mobil di Desa Sangket