SEBANYAK 128 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali saat ini mengelola omzet hingga Rp21 triliun. Di balik angka itu, terdapat ribuan tenaga kerja, ribuan UMKM, dan denyut ekonomi rakyat yang bertumbuh dari bawah. Ini bukan sekadar data keuangan, melainkan refleksi dari peran penting BPR sebagai pilar ekonomi lokal yang selama ini bekerja senyap di balik hiruk-pikuk industri pariwisata. Apa yang disampaikan Gubernur Bali, Wayan Koster, dalam peringatan Hari BPR-BPRS Nasional 2025 patut dicermati dengan saksama. Komitmennya mendorong konsolidasi kelembagaan dan penguatan ekosistem BPR menunjukkan arah kebijakan yang berpihak pada kemandirian ekonomi daerah. Pernyataan bahwa BPR harus menjadi kekuatan nyata ekonomi Bali bukan sekadar ajakan, melainkan penegasan bahwa pembangunan ekonomi Bali tak bisa terus menggantungkan seluruh beban pada sektor pariwisata. Transformasi ekonomi Bali melalui konsep Ekonomi Kerthi Bali menempatkan sektor keuangan mikro dan lembaga lokal seperti BPR dalam posisi strategis. Ketika ekonomi hijau, keberlanjutan, dan kemandirian lokal menjadi arah masa depan, maka lembaga keuangan yang akrab dengan denyut usaha kecil seperti BPR harus diberi ruang dan penguatan. Dalam konteks ini, ajakan Gubernur kepada Bank Indonesia dan OJK untuk turut membina BPR menjadi sangat relevan. Pengawasan dan dukungan regulasi harus berjalan seiring dengan pembinaan kelembagaan dan literasi digital agar BPR tidak tertinggal dalam arus zaman. Lebih dari itu, komitmen terhadap lingkungan juga tak boleh diabaikan. Isyarat Gubernur agar seluruh kantor BPR menerapkan pengelolaan sampah yang baik adalah pesan strategis. Ekonomi yang sehat hanya mungkin tumbuh dalam ekosistem yang juga sehat. Penutupan TPA Suwung pada akhir 2025 menjadi pengingat bahwa semua pihak termasuk sektor keuangan wajib bertanggung jawab atas jejak ekologisnya. Peringatan Hari BPR-BPRS kali ini bukan sekadar seremoni. Ia membawa pesan bahwa pembangunan ekonomi Bali harus menyentuh akar rumput dan menjangkau wilayah yang selama ini tersembunyi dari radar utama pembangunan. Di sana ada BPR, lembaga yang tumbuh bersama masyarakat, mendampingi pelaku UMKM, dan menjembatani harapan-harapan kecil menjadi langkah nyata. Sudah waktunya BPR tidak lagi dipandang sebagai pelengkap sistem keuangan, tetapi sebagai penopang utama ekonomi lokal. Kuatkan tata kelola, perkuat digitalisasi, perluas akses masyarakat, dan yang paling penting, pertahankan jati diri lokalnya. Karena dari lembaga kecil inilah ekonomi Bali bisa bernapas lebih dalam dan berdiri lebih kokoh. (*)
Baca juga :
• Biaya Pendidikan dan Cermin Negara yang Abai
• Pers yang Profesional, Demokrasi yang Bernyawa
• Bullying Bukan Tradisi Sekolah