DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Pemerintah resmi menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional. Penetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025, yang diumumkan pekan ini. Kebijakan tersebut disambut positif oleh sejumlah akademisi, termasuk Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR), Puji Karyanto SS MHum. Ia menilai penetapan Hari Kebudayaan merupakan langkah penting yang sudah lama diperjuangkan oleh para pelaku budaya. “Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, tentu kami para akademisi yang bergerak dalam bidang kebudayaan menganggap penting adanya Hari Kebudayaan, karena bagaimanapun kebudayaan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan,” ujar Puji melalui siaran pers, Jumat (18/7/2025). Namun, ia mengingatkan bahwa persoalan utama tidak berhenti pada pengakuan formal. Menurutnya, pemilihan tanggal 17 Oktober yang bertepatan dengan ulang tahun Presiden Prabowo Subianto berpotensi menimbulkan persepsi politis jika tidak disertai dengan argumentasi akademik dan partisipasi publik yang kuat. “Harus ada kajian yang mendalam dan partisipasi yang terbuka. Hari Kebudayaan mestinya lahir dari konsensus nasional. Kalau prosesnya tertutup atau kurang terbuka, wajar jika publik bersikap skeptis,” ungkap Puji. Ia menyebut, sejumlah usulan tanggal telah pernah muncul sebelumnya, termasuk dari komunitas seni dan budaya di Yogyakarta. Meski demikian, proses penetapan akhir disebut masih perlu didokumentasikan secara transparan agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. “Pemerintah harus menunjukkan goodwill menjadi good action. Menteri Kebudayaan perlu menjelaskan secara terbuka dasar pemilihan tanggal tersebut agar tidak menimbulkan kesan politisasi,” tegasnya. Puji juga menekankan pentingnya menjadikan Hari Kebudayaan sebagai momen strategis untuk menjalankan amanat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017. Ia berharap momentum ini tidak berhenti pada seremoni tahunan, melainkan mendorong lahirnya kebijakan budaya yang menyentuh diplomasi internasional, industri kreatif, hingga pendidikan karakter. “Proses menjadi Indonesia itu belum selesai. Kita punya kekayaan budaya lokal yang luar biasa untuk membangun kebudayaan nasional yang inklusif. Hari Kebudayaan hanyalah salah satu alat yang penting tergantung bagaimana kita memanfaatkannya,” pungkasnya. (riki/suteja)
Baca juga :
• Wagub Bali Bernostalgia Saat Karya di Pura Rambut Siwi
• Simbol Kesuburan dalam Karya Suardana di Bali Megarupa
• Wawali Denpasar Tekankan Sinergi Saat Karya di Banjar Sumuh