“Kita tidak dilahirkan untuk sekadar bertahan hidup, tetapi untuk mencari makna.” ADA masa dalam hidup ketika seseorang berhenti sejenak, bukan karena lelah, melainkan karena merasa perlu menengok ulang arah langkahnya. Apakah jejak yang selama ini ditapaki membawa manfaat, atau sekadar mengisi waktu? Itulah pertanyaan yang mengemuka dalam benak saya, setelah lebih dari dua dekade hidup bersama dunia media dan jurnalistik—dunia yang mengajarkan saya untuk tidak hanya pandai menulis, tetapi juga jujur berpikir dan berani bersuara. Selama lebih dari 20 tahun, saya hanya mengenal satu bidang: media. Dari ruang redaksi harian yang sibuk, dari rapat-rapat redaksi yang hangat, dari liputan di lapangan yang membekas. Di sepanjang perjalanan itu, saya menginisiasi serta turut mendirikan sejumlah organisasi media dan wartawan lokal di Bali—sebuah ikhtiar agar ekosistem media digital di Bali tumbuh lebih profesional, sehat, dan berdampak. Namun dalam diam, ada satu kebutuhan yang terus bergema: bagaimana jika semua pengalaman ini saya bangun kembali menjadi sebuah ekosistem yang utuh? Bukan hanya media sebagai produk, tapi juga sebagai ruang belajar, ruang berbagi, dan ruang bertumbuh bersama. Maka lahirlah Podium Ecosystem. Bukan sekadar usaha bisnis, melainkan sebuah konsep wirausaha sosial—usaha yang tetap memikirkan keberlanjutan, namun tidak mengabaikan manfaat sosial. Saya tidak sedang mengejar pertumbuhan ekonomi semata, melainkan sedang mencoba menghadirkan nilai yang bisa dirasakan oleh orang lain. Melalui PodiumNews.com, saya berusaha menyajikan berita-berita aktual dari Bali dalam bahasa yang jernih, kredibel, dan berimbang. Lewat Podium Kreatif, saya membangun lini konsultan media dan komunikasi terpadu, yang tak hanya melayani institusi besar, tapi juga membantu komunitas lokal menyusun narasi mereka sendiri. Dari sisi gaya hidup, saya mendirikan UrbanBali.com, sebuah media ringan yang menyatukan denyut urban dengan akar budaya Bali. Dan sebagai ruang temu fisik, saya sedang membangun Kedai Kopi Redaksi, sebuah tempat bersua di tepi sawah, dekat Pura Taman Ayun, Mengwi. Tempat ini ingin saya wujudkan sebagai ruang diskusi terbuka—antara warga, jurnalis, dan gagasan. Albert Camus pernah menulis, “Kedermawanan sejati terhadap masa depan adalah memberikan segalanya bagi masa kini.” Maka inilah yang saya coba lakukan sekarang—memberi yang saya punya: waktu, pengalaman, dan keyakinan. Saya tidak tahu seberapa jauh semua ini akan melangkah. Tapi seperti yang dikatakan Nietzsche: “Siapa yang memiliki alasan untuk hidup, akan mampu menanggung hampir semua bagaimana.” Dan inilah alasan saya. Saya tahu ini bukan perjalanan yang mudah. Tapi mungkin, justru karena itu ia layak dijalani. (*) Menot Sukadana
Baca juga :
— Viktor E. Frankl
• Lebih dari Sekadar Bertahan
• Peran yang Dikenakan
• Balasan yang Tak Pernah Terkirim